ARTIKEL

SINDROM SARANG KOSONG

Publish By Nazmi Dipatriana, S.Psi, M.Psi, psikolog
Posted On 22 NOVEMBER 2023

 



“Seorang pria lanjut usia (lansia) berinisial S (63) ditemukan meninggal di rumahnya di Jalan Kutisari Selatan, Surabaya pada Senin (24/7/2023). Korban disebut tidak terlihat keluar rumah sejak Jumat (21/7/2023) lalu.” (sumber : suarasurabaya.net )



Itu adalah salah satu dari kisah dimana orang lansia yang hidup dan tinggal sendirian di rumah atau yang biasanya disebut Sindrom Sarang Kosong.



Menurut Endang Poerwanti dan Nur Widodo (dalam Mei Aryani Dharmawanti), empty nest (sarang kosong) adalah masa ketika anak-anak mulai beranjak dewasa, dan mulai membina keluarga baru yang sibuk dengan urusannya sendiri, sehingga keluarga-keluarga di usia madya mulai ditinggal oleh anak-anak dan mungkin juga oleh pasangannya (baik karena meninggal maupun menikah lagi). Setelah sekian lama individu terbiasa hidup bersama keluarga perpisahan dengan anak dan pasangan sering menimbulkan kegoncangan dan merupakan proses yang perlu penyesuaian khusus.



Seseorang memutuskan untuk tinggal sendirian di rumah terkadang mempunyai beberapa alasan dan bisa jadi itu adalah keputusan terbaik bagi dirinya. Misalkan saja seseroang merasa lebih nyaman tinggal sendirian di rumah agar dapat meminimalkan konflik dengan anak maupun menantu, atau bisa dikarenakan tidak mau merepotkan anak-anaknya bahkan mungkin karena anak-anaknya tinggal dan bekerja di luar kota.



Permasalahan sindrom sangkar kosong (empty nest syndrome) merupakan salah satu yang umum terjadi dari masa transisi yang dialami oleh lansia. Di mana pada masa transisi ini terjadi pola yang berbeda pada orangtua, dari yang semula dekat dan memperoleh kepuasan atas pengasuhan anak menjadi harus hidup sendiri tanpa kehadiran anak. Fase perkembangan hidup dewasa terjadi ketika anak-anak telah tumbuh besar dan tidak lagi hidup bersama di rumah, hal ini lebih umum disebut masa sangkar kosong (empty nest) daripada periode postparental (Akmalah dalam Atlthafi dkk, 2022).



Sindrom sarang kosong mengacu pada perasaan depresi, kesedihan, dan/atau kesedihan yang dialami oleh orang tua dan wali setelah anak-anak cukup usia dan meninggalkan rumah masa kanak-kanak mereka. Ini dapat terjadi ketika anak-anak pergi ke perguruan tinggi atau menikah. Wanita akan lebih terpengaruh daripada laki-laki, dikarenakan wanita yang menjadi seorang ibu mempunyai kesibukan untuk melayani keluarganya, mulai dari menyiapkan sarapan anaknya, pakaian, mendengarkan cerita anaknya di sekolah, membantu menyelesaikan tugas sekolah, hingga menyiapkan kembali kebutuhannya ketika akan beranjak tidur. Ketika anak mereka sudah mulai mempunyai kesibukaan yang mengharuskan mereka tidak lagi tinggal serumah dengan orangtuanya, tentu seorang ibu ini akan mulai kehilangan beberapa aktivitas yang biasa ia lakukan.



Witmer (Empty Nest Syndrome, 2007) mengemukakan beberapa cara mencegah sekaligus mengatasi sindrom sarang kosong, yaitu sebagai berikut:




  1. Mengerjakan sesuatu



Melakukan kerja sosial, mengikuti sebuah kelas, menemukan sebuah hobi baru atau melakukan apa saja pada waktu luang secara teratur dapat menghindarkan para orang tua dari rutinitas yang membosankan.




  1. Berlibur



Para orang tua dapat melakukan suatu perjalanan (liburan) bersama pasangannya, membicarakan masa depan, serta membuat rencana. Hal ini dapat disebut sebagai bulan madu kedua, dimana mereka dapat memulai bagian kedua dari hubungan mereka.




  1. Membuat paket yang berguna



Para orang tua juga dapat melakukan hal-hal yang dapat membantu anak mereka, misalnya saja membelikan bahan makanan atau pelengkapan mandi untuk tempat tinggal anak yang baru. Selain menambah kesibukan, hal ini juga dapat membuat anak senang dan tetap menjaga hubungan antara orang tua-anak




  1. Memperoleh dukungan



Jika mereka mengalami masa yang sulit dan mengalami depresi, sebaiknya segera meminta bantuan (memperoleh dukungan) dari pasangannya, saudara, sahabat (yang mengalami masalah yang sama) ataupun dari psikolog



Lalu apa yang bisa dilakukan apabila kita melihat salah satu tetangga atau kerabat ada seseroang lansia yang hidup sendirian di rumahnya, maka hal sederhana yang bisa dilakukan adalah mengunjunginya secara berkala hanya untuk melihat kondisinya, menanyakan Kesehatan dan kebutuhannya, menyisihkan waktu untuk berbincang dan kegiatan interaksi lainnya. Hal sederhana itu yang anda lakukan itu, akan berdampak cukup besar abginya dikarenakan membuatnya Bahagia dan Beliau pasti akan menunggu saat kedatangan Anda.



 



 


  ARTIKEL TERBARU

Merokok merupakan salah satu perilaku yang tidak hanya membahayakan diri se ... Selengkapnya
“Terkadang aku merasa kosong dan sepi, padahal aku tinggal dan berkumpul bersama dengan kel ... Selengkapnya
Olahraga merupakan salah satu upaya untuk menjaga badan tetap bugar dan juga sehat. Banyak sekali ... Selengkapnya
Pandemi Covid-19 sudah jelas memberikan dampak yang cukup signifikan dalam berbagai aspek kehidup ... Selengkapnya